Man Jada Wajada

Lilin-lilin kecil mulai menari dalam gelap. Menyulut semangat malam yang kan di dekap. Sepintas sisa hujan masih ramai menghias spion nakal. Semuanya menyatu dalam akhir senja yang tak pernah kekal.

...

Rabu, November 12, 2014

Lagi Lagi Komentar

Tidak ada satu pun tingkah kita yang tidak lepas dari yang namanya komentar orang
Diam dikomentar. Begini dikomentar. Begitu apalagi dikomentar.

Oke fine. Jika demikian,yang kita perlukan adalah BAGAIMANA menyaring komentar-komentar yang PENTING dan TIDAK PENTING. Itu saja dulu.

Selebihnya, pernyataan yang jatuh kepada kita tidak akan lama akan membalik kepada dirinya sendiri.

Selasa, November 11, 2014

Sore Ini Aku...

Pergumulan lelah dan lemah mungkin saja bisa diwakili oleh latar waktu sore. Ya! Sore selalu menawarkan satu sajian yang tidak pernah membuat kita tidak menolak. Selalu menerima.

Aku. Ya! Aku selalu menerima setiap apa yang ada di hadapanku. Tak terkecuali ketika harus melihat satu hal yang tak selayaknya harus disaksikan dengan berbesar hati.

Aku. Ya! Aku hanya sehelai daun rapuh. Tak jarang angin menerbangkanku ke sana ke mari. Tak jarang pula angin membawaku dan mengirimku ke satu tanah yang bahkan mengancam keselamatanku sendiri.

Aku tak berharap banyak kepada Tuhan. Tuhan punya keputusan sendiri, yang seiring dengannya aku (harus) menerimanya.

Aku tak berharap banyak kepada Tuhan. Kasih sayang yang Ia berikan dalam bentuk apapun, dengan penguatan dari-Nya, aku terima.

Tuhan... Jika alam ini memang terlalu membahayakan untukku, maka seyogyanya telah Engkau siapkan bekal terdahsyat untukku.

Tuhan... Jika lingkungan ini memang terlalu mengancam keselamatan dan kehidupanku maka sudah pasti telah Engkau siapkan jalan untuk keluar dari apa yang sudah Engkau skenariokan itu.


Bersama hujan...Aku, sang daun
Ingin terbang, entah ke mana aku terbang
Tetaplah masih di bawah kuasa pantauan-Mu

Selasa, November 04, 2014

Apapun itu (ada makna)

Lelah, bosan, dan sejenisnya sering kali datang menghampiri. Bagaimana tidak, hal ini sangat bergantung dengan pengelolaan diri kita sendiri. Tak hanya itu, semua juga bergantung dengan lingkungan yang turut serta memberi andil dalam pengendalian mood diri sendiri.

Adapun berbagai macam rasa yang tampaknya lebih condong ke arah yang negatif, maka selayaknya itu semua bukan menjadi alasan kita untuk mendapatkan pembenaran.

Bahkan perasaan tidak adil pun sering muncul dalam benak. Ada apakah ini?

Sulit diterjemahkan. Sangat dan masih. Semangat tidak hanya dimulai dari diri. Terkadang kita harus menghadapi lingkungan yang justru memvonis semangat kita menjadi turun bahkan ZERO. Hal lain yang juga menjadi persoalan adalah tingkat konsistensi diri yang tidak jarang dicampuradukkan dengan persoalan-persoalan lain. Kian pelik dan rumitlah soal ini.

Aku memang tak berharap banyak. Tentang apapun itu. Aku hanya ingin Dia selalu mengarahkanku, tepat di jalur-Nya.

Aku memang tak berharap banyak, Tentang apapun itu. Aku hanya ingin Dia selalu membimbingku, tepat di pelataran takdirnya.

Namaku Rey

Namaku Rey. Aku terlahir sebagai anak yang (mungkin) tidak diharapkan oleh keluargaku. Kakakku tiga, laki semua. Boleh jadi panggilan Rey yang lebih layak diberikan kepada laki-laki itu muncul untukku, penanggungan panggilan.

Aku suka sekali memanggil senja. Apalagi ditambah hujan. Entah mengapa pertemuan antara senja dan hujan ini seolah memiliki makna yang sarat magis untukku, jelas untukku. Aku bukan hanya suka, bahkan jatuh cinta dengan yang namanya senja dan hujan.

Setiap kali aku dihadapkan pada mereka kedua, aku nyaris tak kuasa untuk menolak. Dengan cara apapun itu. Entahlah, entah sampai kapan "jatuh cinta" ini akan bertahan. Pun dengan perasaan ini kepadanya.

Rabu, Oktober 29, 2014

Kita Memang Tak Harus Saling

Kita memang tak harus saling bertanya kabar bukan?
Jika nyatanya, tanpa bertanya pun sudah kita temukan jawabannya.

Kita memang tak harus saling menulis pesan lewat sajak bukan?
Jika nyatanya, tanpa menulis pun kita sudah bisa saling membaca.

Kita memang tak harus saling berdiri di satu sisi yang sama bukan?
Jika nyatanya, tanpa berdiri pun kita sudah duduk di bawah kesederhanaan musim yang sama.

Kita memang tak harus saling melepas rindu di secarik kertas bukan?
Jika nyatanya, tanpa melepas pun kita sudah saling mengikat di satu aksara yang sama, pula.

Lalu, kalau demikian
Mengapa masih ada kata untuk saling membuat luka?
Jika nyatanya, kita akan terbata-bata saat luka (sudah) mulai saling menganga.